Rabu, 14 September 2011

Argumentasi Teologis Menderita sebagai Orang Kristen



BAB III

KONSEP TEOLOGIS TENTANG PENDERITAAN ORANG KRISTEN
BERDASARKAN I PETRUS 4:12-19 DAN RELEVANSINYA BAGI ORANG
PERCAYA MASA KINI


Dalam bab terdahulu telah diketahui berbagai macam konsep sejumlah orang tentang penderitaan yang saling bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya di firmankan oleh Alkitab. Sedangkan pada bab ini membahas tentang  pandangan Alkitabiah tentang penderitaan yang didasari pada kitab (1 Ptr. 4:12-19) sebagai acuan untuk menjawab setiap permasalahan yang ada. Ada sejumlah orang tidak menerima adanya penderitaan bagi orang yang sudah percaya baik secara jasmani maupun secara rohani sebab mereka lebih memfokuskan diri pada kondisi materi sehingga mereka menekankan pada konsep hidup sukses dan berkelimpahan sebagai pola hidup Kristen yang benar Yohanes 10:10b.[1]
Oleh karena itu pada pembahasan berikut akan dijelaskan alasan, mengapa adanya penderitaan dan seperti apa sikap orang Kristen apabila itu terjadi oleh karena bersaksi dalam nama Tuhan serta jenisnya penderitaan yang dimaksud sesuai dengan konteks di atas yang menjadi pokok permasahan dalam pembahasan skripsi ini.

Penulis Kitab

“Kitab ini di awali dengan sebuah tema besar “Menanggung penderitaan karena nama Tuhan” sebab penderitaan hebat yang mereka alami pada waktu persebaran sangat memprihatinkan sehingga tema ini menjadi salah satu tema umum dari kitab ini.[2] dan salah satu ayat kunci kitab ini yang disebutkan tidak kurang dari enam belas kali. ”Kata ”Petrus” berasal dari bahasa Ibrani ’Simeon’ dalam (TBI Simon), istilah Petrus juga sering disebut batu karang yang dinamakan sebagai rasul Kristus seperti kebanyakan dari rekan-rekannya yang menerapkan kesalehan dan memegang teguh pengharapan dan janji umatnya, ” bandingkan (Kis.1:22) dalam keadaan sebagai murid Simon memperoleh gelarnya yang baru, Kepha, dari kata Aram ( TBI Kefas), ’batu karang’ atau’ batu besar (1 Kor.1:12; 15:5; Gal. 2:9) nama itu juga di PB  dalam bentuk Yunani yaitu Petros yang sampai sekarang disebutkan sebagai nama diri.
Berkaitan dengan itu maka Petrus adalah dinamakan hamba yang paling dekat akrab dengan guru-Nya yang tingkat gelora hatinya dalam pelayanan sungguh luar biasa yang memenangkan jiwa tiga ribu orang lebih dalam pelayanan perdananya pada hari Pentakosta kepada bangsa non Yahudi.
Kitab Petrus ditulis oleh Simon Petrus sendiri, yang hari-harinya bekerja sebagai seorang nelayan dari Betsaida di Galilea. Pada waktu surat ini ditulis, Petrus sedang berada di Babilonia ”Roma” (1 Ptr. 5:12-13).[3] Salah satu sifat temperamen dan ciri manusiawi Petrus yang gampang dimengerti oleh kita adalah sering tertangkap dalam kelemahan, cepat bertindak sebelum berpikir, berjanji sebelum mengetahui kesulitan masalah-masalah yang akan dihadapinya dan jarang bersabar dalam desakan.[4]
Namun demikian dialah seorang yang gampang disayang oleh karena sifatnya ini, sepantasnyalah dipilih menjadi pemimpin di antara kedua belas murid Tuhan Yesus sebab kefasihannya dalam beberapa urusan lainya diseputar pelayanan dan hal-hal tertentu lainya.
Keberadaan penulisan kitab ini oleh Petrus, di Babilonia, sangat dikuatkan bahwa Babilonialah tempat kitab ini ditulisnya ada 3(tiga) kemungkinan dalam menafsirkan tempat ini antara lain: pertama, karena di Babilonia kuno di Mesopotamia, di mana ada pemukiman Yahudi sampai dalam masa kekristenan, di mana ada kemungkinan Paulus telah mendirikan sebauh gereja di sana.
Kedua, sebuah kota di Mesir, dan ketiga adalah sebuah nama mistis bagi Roma, yang digunakan oleh Kristen dalam arti segala kefasikan yang secara historis dihubungkan dengan kota Babilonia di tepi sungai Efrat, yang dipakai oleh mereka untuk menyalurkan perasaan mereka tanpa takut ketahuan. Meskipun ada 3 (tiga) tempat yang dikemukakan di atas, pandangan ketigalah yang lebih tepatnya sebab Babilonia ”berarti Roma” yang merupakan kediaman banyak orang Yahudi sejak masa pembuangan hingga talmud.[5]

Penerima Kitab
Penerima kitab ini secara khusus ditulis dan dikirim kepada para pendatang di Pontus, Galatia, Kapadokia, di Asia kecil dan Bitinia (1 Ptr.2:1). Mengapa mereka kesana? karena mereka, yang beribu-ribu banyaknya, telah tersebar pada masa pembuangan oleh Raja Asyur dan Babel. Di antaranya adalah anak-anak Tuhan yang dipilih menurut rencana Allah sekaligus menjadi berkat di sana, dengan jelas mereka adalah orang-orang non Yahudi.[6] Kondisi yang terjadi pada saat itu mereka dalam keadaan tertekan secara batin dan juga secara moral karena mereka adalah orang Kristen dan selengkapnya dijelaskan pada latar belakang kitab ini.  
Waktu Penulisan Kitab

Surat ini merupakan yang pertama dari dua surat Perjanjian Baru yang ditulis oleh rasul Petrus (1 Ptr. 1:1), Petrus mengakui bahwa surat pertama ini ditulis dengan bantuan Silas ( Yunani Silwanus) sebagai juru tulisnya, kemahiran Silas dalam bahasa Yunani tercermin dalam surat ini. Tentang Simon Petrus persekutuannya yang akrab dengan Tuhan Yesus selama bertahun-tahun melandasi ingatannya akan kematian dan kebangkitan Yesus.
Surat ini ditulis pada tahun (60-63 Masehi), dipastikan sebelum terjadinya pertumpahan darah yang mengerikan oleh Nero dalam memprofokasi orang-orang percaya yang ada di Roma selengkapnya lihat latar belakang dibawah ini.
Tujuan Penulisan Kitab
Tujuan utama penulisan surat ini adalah untuk menguatkan orang-orang Kristen yang akan mengalami penganiayaan di tangan orang-orang kafir (1 Ptr. 4:12), pengaharapan yang penuh dengan sukacita dengan memberikan bimbingan  praktis kepada mereka supaya kuat karena mereka akan mulai menghadapi penderitaan berupa penganiayaan berat sebagai orang Kristen di dalam masyarakat kafir.[7]
Dalam hal ini Petrus kuatir kalau orang-orang percaya membangkitkan ketidaksenangan terhadap pemerintah menasihatkan mereka mengikuti teladan Kristus dalam menderita dengan tidak bersalah, benar, dan luhur. Petrus mulai dengan mengingatkan orang percaya bahwa mereka mempunyai suatu panggilan yang mulia dan warisan sorgawi di dalam Yesus Kristus, bahwa iman dan kasih mereka akan diuji dan dimurnikan sehingga akan mengakibatkan pujian, hormat, sukacita pada saat kedatangan-Nya.
Amanat yang paling ditekankan oleh Petrus terutama berkaitan dengan sikap patuh dan menderita karena kebenaran bagi Kristus dan menurut teladan-Nya sendiri. Petrus meyakinkan apabila menderita oleh karena kebenaran maka akan disenangi oleh Tuhan dan mendapat pahala, sehingga dalam konteks pengajaran ”menderita karena Kristus” Petrus menekankan keselamatan, pengharapan, sukacita, ketaatan, penyerahan, doa, dan juga ketundukan.[8]
Di dalam suratnya Petrus mengingatkan bahwa sesuatu hal yang baru akan terjadi, yaitu datangnya suatu”api siksaan” dengan penganiayaan yang sesungguhnya . Petrus tahu betapa keadaan ini sanag menekan orang-orang yang beriman dan ia ingin memberitahu mereka bagaimana caranya mereka memperoleh kemenangan atas pencobaan itu demi kemuliaan Allah.[9]
Maka dengan demikian kitab ini memiliki kekayaan secara khusus dengan kebenaran yang hakiki oleh karena orang percaya harus dilandasi dengan kebenaran-kebenaran yang ajaib ini, untuk bisa tampil di tengah dunia yang memusuhi mereka.





Latar Belakang Kitab
Keadaan sosial. Pada waktu kitab Petrus ditulis keadaan masyarakat yang ada yang kaya dan ada juga yang miskin apalagi setelah ada dalam masa persebaran mereka lebih ditekan karena mereka adalah orang-orang pendatang dari setiap daerah sehingga mereka tidak mempunyai hak sama sekali kecuali dalam hal beribadah sepanjang tidak mengganggu kenyamanan dan situasi dilingkungan sekitar.
Keadaan agama. Pertama, orang Roma menyembah banyak dewa-dewi atau kafir,  Kedua, Orang Yahudi. Pada tahun 65-70 SM. Setelah bait Alah dihancurkan oleh jenderal Titus, maka orang Israel tersebar sebagai pendatang pada masa pembuangan Raja Asyur dan Babel, yang diantaranya juga adalah anak-anak Tuhan umumnya mereka dibenci dan berbagai penderitaan yang lainnya.
Ketiga, orang Kristen. Perkembangan jemaat diberbagai tempat, telah mengalami berbagai rintangan dari orang-orang kafir oleh karena mereka adalah orang kristen sehingga berawal dari sinilah perselisihan terjadi sampai terjadi penderitaan yang hebat diluar batas kemanusiaan. Agama kristen tidak disenangi karena tidak mau terlibat dalam kegiaatan penyembahan yang dilalukukan oleh orang-orang kafir.
Keadaan pemerintahan. Pada masa penulisan kitab Petrus, penyembahan terhadap kaisar merupakan suatu agama yang meliputi kekaisaran Romawi karena mereka selalu bersikap baik, berbagai tuduhan palsu diajukan kepada mereka oleh para kaisar karena yang lebih berkuasa yang memegang pemerintahan tertinggi adalah kaisar yang berujung pada penganiayaan yang hebat (1 Ptr. 2:12).[10]
Dalam tradisi wilayah Romawi setiap setahun orang yang ada di Roma harus menghadap pejabat untuk membakar dupa bagi kaisar yang disembah. Hal ini dilakukan oleh oleh orang Romawi yang memiliki kerajaan yang sangat heterogen, untuk mengikat masayarakat yang sangat majemuk ke dalam satu kesatuan. Penolakan penyembahan terhadap kaisar, bukanlah suatu tindakan agama melainkan tindakan politik yang oleh pemerintahan Romawi dianggap tidak setia kepada negara.
Penyembahan terhadap kaisar bermula dari pemberian hormat secara spontan yang dilakukan oleh setiap penduduk propinsi terhadap penguasa Roma, sebab melalui pemerintahan Romawi penduduk dapat merasakan adanya keadilan yang tidak berat sebelah, semua penduduk dibawah pemerintahan Romawi dapat merasakan hasil yang baik. Berkaitan dengan hal itu Peter Wongso mengatakan bahwa kerajaan Romawi dapat menstabilkan dalam kepemerintahan.
Romawi dapat memberikan jaminan bagi masyararakat; jaminan keamanan perdagangan dan sistem tranportasi yang maju. Untuk mengungkapkan rasa terima kasih rakyat kepada Kaisar, maka para pembesar memaksa rakyat untuk menyembah kaisar dalam kuil penyembahan kaisar. Waktunya ditetapka sekali dalam setahun. Mereka harus berkata kaisar adalah tuhan, bagi yang menolak akan mendapat hukuman.[11]
Berikut ini adalah rangkuman penganiayaan orang-orang Kristen oleh para Kaisar sebagai berikut:
Pertama, Kaisar Nero (54-68 M), Kebakaran kota Roma terjadi pada tahun 64 Masehi. Nero sendirilah yang melakukan pembakaran itu. Walaupin ia adalah manusia yang luar biasa brutal, namun ia adalah seorang arsitek yang ulung. Ia dengan dinginnya membakar kota Roma karena ingin membagun kota Roma yang baru dan lebih megah. Penduduk Roma ketika itu memang mencurigainya, dan para sejarawan yakin pada teori bahwa dialah yang dalang pembakaran itu. Dengan tujuan untuk mengalihkan kecurigaan penduduk terhadap dirinya, sehingga ia menuduh orang-orang Kristen sebagai pembakar kota Roma.
Meskipun Alkitab sama sekali tidak menyebutkan tentang penganiayaan, orang Kristen oleh Nero ini, walaupun itu terjadi pada masa yang sama, dan merupakan latar belakang langsung dari paling tidak dua kitab Perjanjian Baru, 1 Petrus dan 2 Timotius. Penganiayaan ini pulalah yang membawa kematian Martir Paulus dan yang dipercaya banyak kalangan, dan kematian Petrus juga. Sumber sejarah menguatkan ini adalah tulisan sejarawan Romawi, Tacitus. Tacitus menulis bahwa orang Kristen bukanlah pembakar kota Roma, tetapi harus ada yang menjadi kambing hitam bagi kejahatan yang dilakukan sang Kaisar. Dan orang-orang Kristen pada masa itu adalah sebuah komunitas rohani yang baru dan rendah hati, yang sebagian besar adalah kebanyakan, tanpa pengaruh, bahkan banyak diantaranya adalah budak-budak.
Dan seterusnya merekalah yang dituduh Nero sebagai penjahatnya, dan memerintahkan penumpasannya. Di dalam kota Roma dan sekitarnya, banyak sekali orang Kristen ditangkap dan dibunuh dengan cara yang paling kejam. Mereka di salibkan atau diikat dengan kulit binatang dan dilemparkan ke arena untuk dicabik-cabik oleh anjing-anjing, sebagai hiburan bagi para penonton. Ada yang dilempar kekandang binatang buas, dibakar sehingga tubuh yang terbakar itu menjadi lampu penerang bagi taman Nero di malam hari, dan Nero biasanya berkeliling taman sambil menaiki keretanya dengan telanjang bulat, menikmati derita para korbannya yang sudah sekarat dengan senyum yang dingin.
Kedua, Kaisar Domitian, kaisar ini memulai penganiayaan terhadap orang Kristen yang berlangsung dalam periode yang singkat namun luar biasa kejamnya. Ribuan orang Kristen disembelih di Roma dan bahkan seluruh Italia, termasuk sepupunya sendiri, Flavius Klemens dan isterinya, Flavia  Domitila, yang mati dalam pembuangan bahkan di yakini Dialah yang membuang Rasul Yohanes ke pulau Patmos.
Ketiga, Kaisar Trajanus, salah satu Kaisar Roma yang terbaik, namun ia merasa bahwa ia harus menegakkan hukum dikekaisarannya, sementara kekristenan dianggap sebagai agama terlarang karena menolak penyembahan terhadap Kaisar.
Keempat, Plinius ini adalah orang yang diutus Kaisar untuk menghukum orang Kristen di Asia kecil di daerah di mana orang Kristen menyembah Tuhan, berkumpul bersama bernyanyi dan memuji Tuhan dan bahkan inilah yang paling dibenci terhadap orang Kristen karena setiap pagi inilah kegiatan utama oleh orang Kristen pada waktu itu.
Kelima, Kaisar Aurelius. Kaisar ini seperti Hadrianus, mendorong menggap perlu untuk memelihara agama resmi kekaisaran Romawi. Namun bedanya, ia mendorong penganiayaan terhadap orang Kristen disiksa diluar batas kemanusiaan dari pagi hingga malam. Ini perbuatan yang dilakukan oleh para Kaisar pada saat gereja mula-mula.
Peter Wongso mengungkapkan bahwa pada masa pemerintahan itu semua orang yang menyembah kepada Tuhan yang menamakan diri pengikut Kristus diperhadapkan kepada tuduhan palsu yang membuat mereka tidak taat terhadap pemerintah sehingga pada saat itu Nero memperhadapkan tuduhan-tuduhan palsu dianggap tidak memihak kepada pemerintahan bagi siapa yang tidak meyembah akan mendapat hukuman sehingga disini ditemukan berbagai penderitaaan hebat bagi orang Kristen berupa  penganiayaan dan lain sebagainya.[12] Dalam pada itu mengingat disini juga ada agama Yudaisme dan agama Kristen tumbuh dari dalam Yudaisme itu sendiri yang merupakan suatu religio Licita (suatu agama yang diijinkan dan dilindungi oleh negara).
Orang-orang Kristen yang pernah menjalin hubungan dengan Roma pada abad permulaan telah meninggalkan kesan yang baik pada pemerintahan Romawi. Paulus juga memanfaatkan haknya sebagai waga negara dan gereja menganut suatu kebijaksanaan untuk menyebarluaskan berita tentang Kristus pada masyarakat secara damai. Menjelang akhir dekade keadaan berubah agama Kristen telah berpisah dari Yudaisme dan diakui sebagai kelompok tersendiri. Kekukuhan mereka untuk mempercayai suatu Allah yang tidak kelihatan dan seorang Kristus yang telah bangkit mengundang kecurigaan dan cemoohan masyarakat, karena mereka bersaksi tentang penghakiman yang akan datang sehingga ini menimbulkan suatu kebencian, reaksi perlawanan terhadap mereka di Roma di bawah Nero adalah hasil ketidak senangan masyarakat ini, yang diperhebat oleh tuduhan Nero yang keji.
Pada Kitab 1 Petrus 4:12-19 yang melatar belakangi Petrus menulis tentang ”menderita sebagai Kristen” maka berkaitan dengan itu rasul Petrus berusaha untuk menghibur mereka sehingga dengan adanya berbagai tekanan, pencobaan mereka tetap menunjukkan Kristus dalam hidup mereka dan penderitaan yang terjadi atas mereka harus mempertahan iman dalam  Kristus sebagai pengharapan bagi umatnya yang menderita oleh karena berbuat baik dalam menyaksikan imannya dan diharapkan dimana mereka berada bisa kembali tetap membawa berita tentang kedatangan Mesias dan pencurahan Roh Kudus seperti yang telah dikumandangkan Petrus pada waktu itu (Kis. 2:9).
Sebab itu melihat kenyataan di atas dapatkah orang-orang Kristen yang hidupnya saleh meniadakan penderitaan dalam hidupnya? mengalami penderitaan dalam kadar tertentu baik itu kemiskinan, sakit penyakit, penganiayaan, dalam pekerjaan, hubungan antara tetangga, bahkan mungkin dalam keluarga, ada orang yang menentang dan melawan Injil Kristus terhadap fakta ini, dan ada sejumlah orang secara ril tidak menerima kenyataaan ini, mereka menganggap hidup di dalam Tuhan tak pernah ada penderitaan dan bisa aman, sukses, baik dalam kebutuhan jasmani maupun rohani dalam aspek kehidupan, tentunya hal yang demikian tidak pernah diajarkan dalam Alkitab,  menjalani hidup tidak pernah terlepas dari masalah, meskipun itu kadarnya tergolong secara jasmani maka disinilah manusia tidak mengerti apa sebenarnya tujuan Tuhan.                             Dalam kehidupan anak-anak Tuhan Allah rindu supaya orang percaya bergantung sepenuhnya hanya kepada Tuhan sebagai pengaharapan yang sejati di sinilah letak dari pada kekhasan kekristenan itu sebagai standar moral sebagai batu uji otensitas orang percaya.[13]Akan tetapi dalam, bagian ini Petrus menerangkan tentang penderitaan yang semacam penganiayaan yang khusus, di istilahkan dengan suatu ”api siksaan” dan berbagai pencobaan lainnya yang akan terjadi dalam seluruh jemaat. Penganiayaan ini bukanlah penganiayaan yang dilakukukan  pribadi orang-orang disekelilingnya tetapi penganiayaan dari penguasa daerah tersebut.
Sebegitu jauh, kekristenan telah dibiarkan oleh kerajaan Romawi karena kekristenan dianggap suatu ”sekte” agama Yahudi,  berawal dari sinilah sikap itu berubah dengan api penganiayaan besar-besaran yang dilakukan oleh Nero, dan Kaisar-kaisar yang memerintah sesudah Nero dalam masa penganiayaan terhadap orang-orang Kristen yang ada.
 Selain itu karena sejarah mencatat bahwa sejak awal ke Kristenan penderitaan telah menjadi bagian integral dari kehidupan Yesus, dan para Rasul Kristus, maupun gereja mula-mula. Dalam pada itu salah satu periode sejarah gereja yang penting dan sangat relevan dengan teologi penderitaan adalah juga dengan kemunculan gaya hidup asketisme (menjauhi semua kenikmatan dunia), menganggap materi itu adalah jahat, menguburkan diri dan lain sebagainya semuanya ini, merupakan konsep yang salah terhadap makna penderitaan.
Berbicara istilah ”teologi penderitaan” dipakai dalam dua pengertian. Istilah ini dapat merujuk pada paham yang mengharuskan setiap orang Kristen untuk menderita selama di dunia supaya memperoleh kekayaan dan kebahagiaan sorgawi. Istilah ini juga seringkali digunakan dalam arti pandangan Alkitab (Konsep teologis) tentang seluk beluk [14]penderitaan.
Sedangkan pengertian yang kedua tersebut mencakup diskusi seputar asal-usul penderitaan, dimana kaitannya penderitaan dengan eksistensi Allah artinya (apakah penderitaan membuktikan bahwa Allah tidak ada atau tidak baik) dua pengertian di atas sangat berhubungan mengapa? Sebab gaya hidup menderita itu merupakan bentuk filosofi dan konsep teologi tertentu tentang penderitaan, sebaliknya konsep teologis seseorang tentang penderitaan akan mempengaruhi cara dia menanggapi penderitaan atau kebahagiaan dalam hidupnya artinya semua secara relatif.
Tiga Bagian Surat
Rasul Petrus mau menjelaskan kepada orang-orang Kristen yang sedang menderita, bahwa keselamatan kekal yang dimiliki itu menjadi sumber kekuatan dalam ketaatan. Ketaatan kepada Yerus Kristus adalah dasar yang kuat untuk dapat mengatasi penderitaan yang akan datang dan penderitaan itu adalah jalan bagi orang Kristen untuk mennghasilkan kematangan rohani.
Inti utama dari bagian yang pertama ( pasal 1:1-2:10), dalam bagian ini dijelaskan bahwa pengharapan akan keselamatan dan kemuliaan yang pasti, adalah sumber kekuatan yang mendorong orang Kristen untuk tetap taat kepada Yesus hidup dalam pengharapan, hidup dalam kekudusan, dan hidup dalam kerukunan ( 1:22-2:10).
Orang-orang Kristen dilahirkan untuk menerima kemuliaan (1:2-4) inilah yang diberitakan kepada orang Kristen sebab kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, orang-orang percaya telah dilahirkan kembali kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, dan pengaharapan itu mencakup kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah adalah merupakan suatu keseluruhan dari segala sesuatu yang mengenai Allah dan yang dilakukan-Nya.
Kemuliaan bukanlah suatu ciri atau sifat Allah yang terpisah, seperti kekudusan, hikmatnya, atau belas kasihnya. Segala sesuatu yang mengenai Allah yang dilakukan-Nya itu ditandai dengan kemuliaan. Jadi pengharapan orang Kristen adalah pengharapan yang hidup karena didasarkan atas firman Allah yang hidup (1 Ptr. 1:23)
Bagian yang kedua (pasal 2:11-3:12), ini berbicara tentang kasih dan karunia Allah dan kepatuhan (tunduk ) dalam kehidupan orang percaya. Bagian ini menjelaskan mengenai cara hidup sebagai hamba Allah dalam menghadapi atau mengatasi penderitaan yaitu hidup secara benar, dengan mengikuti teladan Kristus di dalam penderitaan-Nya.
Kepatuhan dalam kehidupan seorang percaya tentu saja bukan suatu topik yang disukai pada masa sekarang ini dimana orang-orang-Nya lebih suka ”mencari kesenangan pribadi ” kepatuhan ditekankan oleh Petrus sebagai tema utama diterapkan kepada orang percaya sebagai warga negara, sebagai seorang hamba, dan sebagai anggota jemaat.
Tunduk bukanlah berarti perbudakan atau penolakkan tetapi semata-mata menerapkan pengakuan atas wewenang Allah dalam hidup orang percaya. Allah telah mendirikan keluarga, pemerintah, serta jemaat, dan ia memberitahukan kita mengenai cara bagaimana harus berjalan sesuai dengan teladan-Nya seperti pribadi Kristus itu sendiri.
Petrus mendorong dan memberikan gambaran tentang budak yang menderita dengan tiga gambaran mengenai Yesus yaitu  ia menjadi teladan dalam hidup-Nya (2:21-23), dalam menanggapi penderitaan. Kedua adalah ia menjadi pengganti kita dalam kematiaan-Nya (2:24) pengganti bagi dosa  dan menjadi gembala yang memelihara di dalam sorga (2:25)  jadi orang percaya tak perlu takut, kuatir sebab gembala yang di sorga sanggup memelihara dan mendatangkan kebaikan bagi orang percaya dalam kemuliaan-Nya.[15]
Bagian yang ketiga, (3:13-5:14) dalam bagian ini berbicara tentang kasih karunia dalam penderitaan dan ini menjadi tanggapan yang baik dalam mengahadapi pencobaan, bagian ini menjelaskan bahwa tanggapan yang baik dalam menghadapi penderitaan akan menghasilkan kesaksian yang baik kepada orang lain.
Maka dengan itu dari beberapa uraian di atas dapat dsimpulkan bahwa ketiga bagian ini mengajarkan kepada orang Kristen bahwa orang yang hidup di dalam Tuhan  penderitaan adalah hal yang wajar sebab melaluinya terbentuklah kedewasaan rohani.
Untuk itu pada bab berikut ini rasul Petrus mengajak orang percaya memahami apa sebenarnya tujuan Allah dalam setiap cobaan ini dan mengemukakan perintah bagi orang percaya untuk diikuti sebagai sikap dalam mengahadapi ”api siksaan” yang akan datang dan penuh pengharapan.
Sehubungan dengan api siksaan ini ada sebagian kelompok menafsirkan bahwa ”api siksaan” menuju kepada masa kesusahan besar  seperti Sastro soedirjo dalam bukunya menggali isi Alkitab mengatakan bahwa api siksaan menuju kepada penderitaan yang akan terjadi pada penghabisan zaman ini tetapi ini ditolak karena orang percaya tidak akan mengalami masa kesusahan besar.[16]


Eksposisi Teks 1 Petrus 4:12-19

Sekarang Petrus kembali kepada tema penderitaan dan ia mengemukakan alasan-alasan selanjutnya untuk menguatkan orang Kristen, bahwa mereka bukannya melulu menanggung penderitaan, tapi sebenarnya untuk bergembira dalam penderitaan itu. Pertama-tama penderitaan itu adalah ujian untuk membuktikan kesungguhan iman seseorang, dapat diandaikan sebagai Allah yang mencobainya (dengan jalan ini memperkuatnya). Hal ini juga berarti mengambil bagian dalam penderitaan Kristus yang merupakan jalan-Nya untuk mencapai kemuliaan, dan demikian pula untuk para pengiukut-Nya.
Sebab itu Roh Allah akan bercahaya dengan kemuliaan di dalam kehidupan orang yang menderita, walaupun di tengah-tengah penganiayaan. Kalau penganiayaan karena Kristus ditanggung oleh orang Kristen yang tidak bersalah dengan jiwa kesatria, maka perbuatannya itu adalah suatu jalan untuk mempermuliakan Allah. Penderitaan demikian adalah peringatan kepada umat Allah, bahwa ia memulai penghakiman-Nya atas mereka. Setidak-tidaknya mereka akan melihat kemuliaan yang akan datang sesudah mereka mengalami penganiayaan.
Dalam terang itu mereka dapat dengan penuh kepercayaan menyerahkan persoalan-persoalan hidup kepada Dia yang memberi kehidupan itu kepada mereka. Pada pihak lain orang berdosa yang tidak mau bertobat tidak mempunyai hak apapun yang dapat diharapkan baik di dunia maupun di akhirat ketika Allah mulai bertindak dengan penghakiman-Nya.
Di dalam ayat12, nyala api siksaan/(Puroris)puroris, burning yang menunjukkakan hebatnya penderitaan itu atau bisa berarti ”hal memasukkan ke dalam api untuk di uji.”[17] dalam ayat ini digunakan kata-kata dalam bentuk present partisiple, menunjukkan bahwa penderitaan itu sudah mulai. Ada pertentangan tentang apa yang dimaksud dengan nyala api ini antara lain: ada yang menganggap bahwa ini tak bisa ditentukan dengan tepat menuju kepada penganiayaan yang hebat pada saat itu sedang mendatang sebab penganiayaan masih belum jelas dengan benar.
Ada juga yang menganggap ini menunjuk pada penganiayaan terhadap Gereja olehg Kaisar Nero dan meskipun begitu menjadi bukti bahwa ini adalah penganiayaan ini terjadi pada masa penganiayaan yang mengerikan terhadap Gereaja oleh Kaisar Nero, yang sudah mulai dirasakan sehingga tidak heran jika mereka menganggap pencobaan itu sebagai hal yang aneh sebab secara logika karena orang-orang yang baik dan saleh harus menderita yang sedemikian hebatnya. Hal ini ada hubungannya dengan uraian yang dikemukakan dalam pasal 1: 6, 7. Kata luar biasa yang dipakai juga  adalah kata sifat yang dibentuk dari akar kata kerja yang di pakai dalam permulaan ayat ini yang menunjukkan hebatnya yang terjadi.[18] Tujuan dari penderitaan itu adalah sebagai ujian, jadi akan baik untuk mereka.
Kata ”nyala api dari penderitaan/siksaan” dalam kitab 1 petrus 4:12 adalah menuju kepada pencobaan sebagai ujian yang akan terjadi bagi orang percaya yang datang dari luar atau dengan kata lain penderitaan yang dialami orang Kristen di Roma disebabkan oleh karena kekejian para pemimpin pemeritah saat itu yang dibuktikan dengan muncul kata ini adalah bersifat nominatif tunggal berbentuk kata benda, mengacu kepada salah satu subjek yaitu orang percaya, kata Peirasmous berasal dari akar kata peras, yang berbentuk kata akusatif plural, dimana kata Peira berarti test, dari kata itu muncul kata peirazo artinya testing atau ujian. Jadi Peirasmous adalah hal memasukkan ke dalam api untuk diuji hal ini ada hubungannya dengan 1 Petrus 1: 6-7.
Menurut Georffrey dalam buku Theologikal Dictionary of the new testament juga memakai kata yang sama yaitu Peirasmous yang menuju kepada cobaan yang sifatnya ujian.[19] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia asli karangan W.J. S Poewadarminta penderitaan akar kata dari derita yang berarti menanggung (merasai), sesuatu yang tak menyenangkan. Jadi penderitaan adalah perihal atau cara menanggung penderitaan.[20] dalam bahasa Inggris kata ini adalah men,(i) to Suffer artinya menanggungkan, ditimpakan. Jadi to Suffering adalah sesuatu yang ditanggungkan bagi orang percaya oleh karena sesuatu hal.
Dalam tafsiran King James Version (KJV) juga memakai kata yang sama dalam Matius 18:21 dalam bahasa Inggris yaitu to Suffer (to Let Permit) yang artinya mengizinkan atau memberi izin atau sama dengan Epiterepo yang artinya menderita, membiarkan, menginzinkan dengan tidak berkata-kata.[21] Jadi dalam konteks kitab 1 Petrus 4:12 dapat disimpulkan bahwa penderitaan atau Peirasmous adalah sesuatu yang terjadi bagi orang percaya sebagai cobaan atau ujian sebagai suatu proses, pemurnian dalam menyatakan imannya terhadap Kristus Yesus.[22] Berbagai macam penderitaan tersebut akan dihadapi oleh orang percaya karena mereka adalah dianggap kafir oleh orang-orang yang memusuhi mereka, maka disinilah letak kesungguhan orang percaya teruji sampai dimana pengakuan yang  sejati terhadap terhadap Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya pengharapan yang sejati.
Bersukacitalah kata bersukacitalah dalam ayat 13 ini dalam bahasa Yunani (agalliomenoi) agalliomenoi adalah kata kerja yang dipakai lebih dahulu di dalam pasal 1: 6, 8 dan asal mulanya dari Matius 5:12. Karena dalam ayat ini kata kerja tadi ada hubungannya dengan kesukaan yang dialami pada penyataan Kristus, maka pernah disarankan bahwa kata kerja tadi harus dianggap dalam bentuk waktu yang akan datang, seperti dalam pasal 1:8. Tapi saran ini tidak perlu, melihat kedua ayat yang lain yang mengemukakan kata kerja ini. Lihat pula pasal 1:11; Rom. 8:17: 2 Tim.2:12 untuk hubungannya antara penderitaan dan kemuliaan.    
Pertama adalah bersukacita,  kata bersukacita secara  harafiah, Petrus menulis sebanyak empat kali dengan memakai kata yang hampir bersamaan antara lain Bersukacitalah., berbahagialah., bergembira., kata ini merupakan salah satu jalan yang ampuh untuk menguatkan orang-orang percaya yang sedang mengalami berbagai-bagai tekanan baik secara moral maupun  secara rohani, disini Petrus menjelaskan bahwa sukacita dikumandangkan karena orang percaya yang tersiksa secara moral mengalami kemunduran secara rohani apalagi ditempat mereka berada sudah tidak lagi ada kesenangan secara batin. Meskipun dengan situasi sukar dunia tidak dapat mengerti bahwa ada pengaharapan dan kasih karunia dari Allah (2 Kort. 8:1-5).
Dalam New Internasional Version (NIV) juga memakai kata yang sama yaitu agalio artinya bersukacita, dalam bahasa Inggris joy, glad artinya bergembira dalam arti Indonesia adalah girang, sukahati dan sebagainya. Jadi kata sukacita merupakan suatu penyataan yang di firmankan oleh Tuhan dalam menghadapi  api siksaan itu atau penderitaan tersebut supaya tetap teguh dalam iman untuk bergembira menghadapinya.                                
The wycliffe Bible Commentary juga memberikan penjelasan ayat 13 bersukacitalah sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus. Ini adalah ikut ambil bagian secara fisik dalam salib Kristus dimana pengalaman ambil bagian secara rohani pasal 2:24 sebelumnya merupakan persiapan yang cukup. Nasihat untuk bersukacita mengingatkan kita akan kata-kata Yesus dalam Matius 5:12. Pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Atau pada waktu Ia menyingkapkan atau (Bahasa Yunani Apocalypsis) kemuliaan-Nya. Suatu ”kebangkitan yang lebih baik Ibrani 11:35 tersedia bagi mereka.
Boleh dikatakan juga bahwa bersukacita adalah merupakan suatu prinsip dalam kerajaan Allah ialah bahwa menderita karena Kristus akan memperdalam sukacita orang percaya dalam Tuhan. Oleh karena itu mereka yang hanya sedikit atau sama sekali tidak menderita untuk Tuhan jangan dicemburui. Segala sesuatu yang di alami ucap syukurlah atasnya karena segala sesuatu mendatangkan kebaikan dan kemurahan Allah bagi setiap orang yang Ia kasihi.
Dalam ayat 14 berbahagialah kamu jika kamu dinista dari kata oneideizo yang berarti mencerca atau mengecam karena nama Kristus. Dalam KJV ”If ye be reproached” yang artinya jika kamu dicela yang menuju kepada celaan atau hinaan Ia menyebutkan ”Celaan”, karena sering kali ada lebih banyak kepahitan dalam celaan dari pada kehilangan harta benda, barang-barang atau dalam siksaan atau penderitaan jasmani; karena itu tidak ada sesuatupun yang menyedihkan selain berpikir secara jujur dan sederhana. Karena melihat bahwa banyak orang yang kuat memikul atau menahan kekurangan, berani dalam siksaan, bahkan dalam menghadapi kematian tetapi menyerah dibawah celaan.[23] Jika dibandingkan dengan Matius 5:11 perkataan ini berlandaskan Firman Tuhan.
Harus berbahagia jika mengalami nista. Nista adalah hina atau tercela, makian, cercaan atau keadaan direndahkan derajat bahkan tidak dinggap orang tetapi kita harus berbahagia karena semua itu dilakukan demi Kristus yang kita percaya dan yang kita layani. Kata berbahagialah hampir sama artinya dengan kata seperti”diberkatilah” dalam Matius 5:3-5, dsb. Artinya bahwa mereka harus menganggap keadaan atau nasib mereka  diberkati seperti keadaan Juruselamat mereka yang menunjukkan mereka adalah sahabat-sahabatnya.
”Karena nama Kristus” pada waktu itu dianggap melanggar hukum pidana kalau menjadi Kristen, dan kita perlu ketahui bahwa Tuhan Yesus sendiri telah menyampaikan kemungkinan menderita karena nama-Nya bandingkan Matius 10:22. Roh kemuliaan. Roh ini tidak terdapat dalam ungkapan pertama naskah aslinya karena itu hal ini dianggap mengemukakan ’Shekinah,’ yaitu cahaya yang kelihatan yang melambangkan hadirat Allah ditengah-tengah umatnya (Bnd. Kel. 40:34-35).
Roh Allah adalah Roh kemuliaan bila Ia menunjukkan kemuliaan Allah kepada umat-Nya dengan menyatakan Kristus kepada mereka dan mengubah mereka menjadi serupa dengan gambar-Nya (Bnd. Yoh.16:14; 2 Kor.3:18). Dalam King James Versi artinya bahwa mereka boleh mengharapkan bahwa Roh itu akan terletak pada mereka atau tinggal kepada mereka jika mereka dianiaya untuk perkara Kristus. Dalam perkara ini gagasan yang perlu sekali adalah bahwa jika mereka dipanggil untuk menderita dalam perkara sang penebus mereka bisa berharap bahwa Allah akan memberikan Roh-Nya kepada mereka sebanding dengan penderitaan mereka demi kepentingan agama sehingga mereka akan  bertambah dan bertumbuh dalam sukacita dan damai.
Ini tak diragukan merupakan alasan rahasia mengapa mereka begitu ditopang dalam ujian atau pencobaan mereka. Penganiayaan mereka dijadikan alasan dari suatu pencurahan Roh yang jauh lebih banyak dari jiwa mereka. Tak diragukan bahwa prinsip yang sama berlaku pada semua bentuk dari ujian atau pencobaan yang dilalui anak-anak Allah; dalam kesakitan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan milik kekecewaan dalam rencana duniawi mereka, dan kematian itu sendiri, mereka bisa berharap bahwa ukuran yang lebih besar dari pengaruh Roh akan ada tinggal pada mereka. Karena itu, seringkali merupakan suatu keuntunngan bagi orang percaya untuk menderita.[24]           
Ayat 15 ”janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh, pencuri, atau penjahat atau pengacau”. Kata-kata ini harus dihindari oleh orang percaya karena ternyata ada penderitaan oleh karena sebagai pembunuh. Pembunuh yang berarti menghilangkan nyawa atau mematikan yang menuju kepada sesama manusia. Karena orang yang melakukan kejahatan ini ternyata mengalami penderitaan dan Rasul Petrus mengingatkan supaya jangan menderita karena sebagai pembunuh, dan selanjutnya Petrus mengingatkan orang percaya tentang dosa yang meniadakan kesaksian di dalam penderitaan.
Pencuri adalah, kata kleptes dalam bahasa Inggris a thief [25]yang berarti pencuri yang diungkapkan oleh Petrus dalam konteks ini adalah ada hubungannya dengan menampilkan perbuatan yang tidak memuliakan Tuhan, di mana anak-anak Tuhan berada, jadi disini besar kemungkinan bahwa anak-anak Tuhan tidak sedang melakukan perbuatan itu, tetapi lebih kepada  nasehat untuk menghimbau sehingga hal tersebut tidak terjadi pada orang kristen saat itu, sehingga  penderitaan mereka bukan ditimbulkan oleh sikap yang terlihat karena perbutan melainkan karena mengikut Kristus.
Penjahat, kata kakopois dalam bahasa Inngris evildoer disini beberapa penafsir memberikan berbagai pertanyaan terhadap hal ini. Apakah pada saat itu anak-anak Tuhan terlibat dalam suatu kejahatan, sehingga besar kemungkinan tuduhan-tuduhan palsu dengan mudah diperhadapkan kepada mereka. Ternyata pernyataan ini tidak diterima karena pada waktu itu anak-anak Tuhan tidak melakukan hal seperti anggapan demikian. Jadi besar kemungkinan beberapa para penafsir dalam hal ini Petrus bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan  ini terjadi dalam kehidupan anak-anak Tuhan.
 sehingga dengan ini anak-anak Tuhan cepat disadarkan  akan perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan bisa menjadi alasan utama untuk memusihi mereka. Penderitaan karena berbuat jahat semakin merusak dan menambah kebobrokan di antara sesama manusia. Sebaliknya, penderitaan karena berbuat baik menjadi suatu ujian bagi iman orang Kristen yang dapat menghasilkan kemuliaan bagi Allah.[26]
 Pengacau, allotriepiskopos  dalm bahasa Inggris adalah meddler kata ini tidak jelas tetapi barangkali tukang tadah atauorang yang suka campur tangan.[27] dalam daftar ini, dimana semua orang yang termasuk dalam daftar itu disebut penjahat, tapi mungkin ini ejekan yang pedas pada bagian yang terakhir. Kemungkinan bahwa orang-orang Kristen bersalah dalam bidang kejahatan yang mencolok mata, tapi sering tak mampu menahan godaan dalam mencampuri urusan orang lain. Tetapi ternyata tidak demikian melainkan orang Kristen pada saat itu tidak menjadi penadah atau mencampuri urusan orang lain.
Ayat 16, ”tetapi jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia merasa malu,” melainkan hendak memuliakan Allah dalam nama Kristus. Dalam pernyataan ini tentunya secara pribadi timbul suatu pertanyaan, apakah saya mempermalukan, atau mempermuliakan Kristus?. Pernyataan ini pasti telah mengingatkan Petrus sendiri atas penyangkalan dirinya terhadap Kristus (Luk. 22:54-62). Yesus Kristus tidak malu menyebut kita sebagai saudara (Ibr 2:11) sekalipun sering ia mungkin merasa malu! Allah Bapa tidak malu disebut Allah kita. Di kayu salib, Yesus Kristus menanggung kehinaan bagi kita (Ibr 12:2), karena itu tentunya saja kita pun dapat menanggung celaan bagi Dia dan tidak merasa malu.
Hal ini Warrren dalam juga memberikan penjelasan secara singkat tetang hal ini dalam dua perkataan, pertama ”Janganlah ia malu” adalah negatif; ”sedangkan ”memuliakan Allah” adalah positif. Bertujuan supaya menjadi saksi yang seimbang, kedua hal itu perlu dipahami, jika orang percaya berusaha untuk memuliakan Allah, maka tidak akan malu terhadap nama Kristus. Sebab ketetapan hati untuk tidak merasa malu inilah yang mendorong orang percaya untuk bisa teguh dalam iman seperti yang dialami oleh Paulus ketika pergi ke Roma sampai ia mengalami penderitaan (2 Tim. 1:12).[28]
 Ayat 17, karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, disini ada hubungannya dengan tanggung jawab orang Kristen dihadapan Tuhan sebagai rumah tangga Allah maka harus ditampilkan tetap berlaku setia dan berbuat baik kepada pencipta yang setia (bnd Yer. 25:29, Yeh.9:6), kalau orang percaya hampir tidak diselamatkan apalagi dengan mereka yang belum percaya pada Injil Kristus nantinya.
Ayat 19, pertama adalah hal ”menyerahkan jiwanya”, kata menyerahkan kata kerja yang dipakai Tuhan Yesus ada hubungannya dengan Lukas 23:46( dengan mengutip doa yang dikemukakan dalam Mazmur 231:6) yang diucapkan oleh orang Yahudi yang setia pada waktu malam sebagai perbuatannya yang terakhir. Jadi ini merupakan gagasan sebagai perbuatan yang menyatakan kepercayaan atas perlindungan dan kuasa Tuhan karena tidak memisahkan orang percaya kepada kasih-Nya.
Hal kedua adalah tentang perbuatan baik (kata kerja dari agathopoieo,”melakukan yang baik) disebutkan sebanyak empat kali pada pasal-pasal sebelumnya dalam 1 Petrus 2:15;20; 3:6,7. Arti dari perkataan ini, hal berbuat baik bukanlah menurut menurut legalisme Yahudi, melainkan perilaku yang benar yang bertentangan dengan sikap berdosa orang kafir (4:2). Hal ini juga ditambahkan Ladd dalam bukunya mengatakan bahwa perilaku yang baik merupakan kesaksian bagi orang yang tidak percaya dan mungkin bisa untuk memenangkan mereka percaya kepada Kristus.[29]
Pokok Persoalan Teologis
Kebenaran ajaran Alkitab tentang pentingnya manfaat penderitaan yang terjadi bagi kehidupan orang Kristen, menjadi suatu jalan yang tepat bagi orang percaya dalam menentang pemahaman atau konsep sejumlah orang yang tidak menerima adanya penderitaan bagi orang percaya. Maka berhubungan dengan itu beberapa prinsip-prinsip penafsiran yang dilakukakan oleh sejumlah orang tertentu dalam menafsirkan setiap ayat Alkitab tidak bisa diterima sebab disamping Allah menjajikan kelimpahan bagi orang percaya dalam aspek tertentu. Tentu penderitaan berbagai, kesulitan, baik secara jasmani dan rohani harus sama-sama diterima sebagai bagian dari kehidupan yang harus dilalui adanya oleh setiap orang percaya karena Alkitab sendiri tidak pernah menjajikan tidak adanya penderitaan sebab inilah salah satu kerelaan kita dalam pengorbanan hidup terhadap Tuhan.
Sukses bisa berarti apa yang disampaikan oleh Allah itu dilakukan oleh manusia, karena sukses menurut ukuran manusia bila adanya kesenangan, dan kebahagian, sedangkan sukses menurut pandangan Allah bagaimana menjadikan orang percaya bisa berwatak, dan berkarakter yang semakin serupa dengan Dia. kepuasan hidup bukan lagi menjadi bagian utama kontekstualisasi kekekalan  tetapi hal mewujudkan iman dan bersaksi sesuai dengan yang dialaminya dalam kebaikan Tuhan.[30] Firman Tuhan berkata ”dalam dunia kamu menderita penganiayaan” (Yoh. 16:33), dan Paulus berkata: ” Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan penderitaan-Nya, dimana aku menjadi serupa dengan Dia dan dalam kematian-Nya ” (Flp. 3:10).
Kebutuhan akan kesuksesan dalam dunia ini hanya bersifat sementara dan tidak memiliki nilai dalam kekekalan dan kesuksesan tanpa menerima tantangan akan membuat seseorang tidak bergantung sepenuhnya kepada Tuhan sebagai sumber segala kehidupan ini. Kesuksesan yang diharapakan melimpah atau makmur secara rohani baik terutama dalam pengenalan akan Tuhan.
Kedua berhubungan dengan konsep teologi yang tidak menerima penderitaan terjadi karena kita sebagai anak raja sudah ditebus untuk itu. Maka dengan itu secara teologis konsep ini mengalami kegagalan sebab justru karena orang percaya adalah rumah tangga Allah maka perlu diizinkan adanya tantangan sebagai bentuk kesaksiannya bahwa pengikut Kristus dalam aspek mana pun mampu menghadapi tantangan dengan penuh kepercayaan diri di dalam iman kepada Kristus bukan lari dari kenyatan tetapi sebaliknya mengakui penderitaan itu sebagai teladan yang sudah diwariskan oleh Tuhan Yesus salah satu kisah atau tokoh dalam Perjanjian Lama adalah Ayub disamping taat, salaeh dan memiliki harta yang melimpah akan tetapi dalam penderitaan yang terjadi ia mampu melihat dan mengecap kebaikan Tuhan dalam hidupnya.
Sementara itu segala bentuk penderitaan atau salib dalam seluruh aspek kehidupan tak ada alasan lain untuk menghindarinya selain penyerahan total dihadapan Tuhan sebagai pengharapan yang sejati, karena ketika orang percaya menyadari bahwa kemuliaan yang akan datang tidak sebanding dengan apa yang yang terjadi dan dialami dalam dunia ini.

Kesimpulan
Penekanan utama yang terpenting dalam pemikiran Petrus tentang Allah, adalah mengenai pemeliharaan ilahi dalam penderitaan manusia menjadi suatu tujuan utama dalam penderitaan. Hal ini juga di ungkapkan oleh George Edon Ladd dalam bukunya Teologi perjanjian baru bahwa penderitaan bukan hanya dipahami sebagai suatu akibat dari kelalaian manusia itu sendiri tetapi maksud dan tujuan Allah masing-masing bagi setiap orang percaya sangat misterius atau rahasia artinya ada hal-hal yang  bisa dipahami oleh orang percaya dan disikapi dengan benar secara umum, yang perlu diperhatikan bahwa tujuan Allah bagi orang percaya tidak pernah gagal karena itu semua terjadi bukan di luar tanggung jawab Tuhan dalm hal ini mendisplinkan umatnya supaya kemuliaan Kristus dinyatakan lewat orang-orang yang dikasihinya.
Penderitaan badani, penganiayaan, penistaan, penodaan dan sebagainya yang menimpa semua manusia dan lebih lagi penderitaan oleh karena membawa sesuatu yang bersifat kekekalan ditengah dunia yang jahat ini, bagi orang percaya itu merupakan suatu pengalaman yang dilalui karena mereka adalah orang Kristen menciptakan manusia sebagai sekutunya Allah (1 Petrus 1: 6), walaupun penderitaan itu dihubungkan dengan kejahatan, Petrus menyatakan bahwa itu ditetapkan menurut kehendak Allah. Maka dengan itu tujuan penderitaan yang terjadi bagi orang percaya adalah:
Pertama, penderitaan adalah  supaya orang Kristen menjadi teladan dan turut ambil bagian dalam bagian penderitaan Kristus hal ini dapat dibuktikan dengan (ayat 4:13) supaya orang percaya mengikuti jejak dari pada Tuhan-Nya, karena ini adalah kehendak Tuhan maka Petrus mengaharapkan orang percaya tidak bersifat pasif melainkan tetap bersukacita dan bergembira di dalamnya.
Kedua, Penderitaan adalah sebagai lambang kehormatan yang mulia karena melaluinyanya realitas dan kesejatian iman orang Kristen semakin dibuktikan, walaupun menghadapi pengujian dengan api atau penderitaan.[31]
Ketiga, penderitaan adalah mengandung unsur menyucikan karena firman Tuhan berkata barang siapa telah menderita badani berarti ia telah berhenti berbuat dosa (4:1), atau bebas dari dominasi dosa, maka itulah sebabnya Petrus menghendaki  dalam menghadapi kejahatan yang melanda mereka bukan dengan sikap pesimis atau pasif melainkan dengan keyakinan  bahwa penderitaan itu berperan positif menurut kehendak Allah bagi kehidupan Kristen.[32] Dan keempat adalah supaya semakin dan serupa dengan Allah dalam penderitaan-Nya.
Selanjutnya D.H Weaton menambahkan bahwa orang percaya bukan melulu hanya menghadapi penderitaan, tetapi merupakan jalan untk mencapai kemuliaan-Nya dan demikian juga kepada para pengikut-Nya sebab Roh Allah akan bercahaya dengan kemuliaan terhadap penderitaan orang percaya.[33]
Kala itu David B. Biebel juga menambahkan dalam bukunya mengatakan bahwa penderitaan dapat menjadi saat yang penuh makna untuk pertumbuhan orang percaya, dan sekurang-kurangnya ada beberapa hal nilai yang perlu diperhatikan dalam hal ini antara lain sebagai berikut:
Nilai pertama adalah bahwa penderitaan itu menolong menerobos realitas-realitas yang bernilai kekal. Hikmat harus mampu memandang realitas-realitas sebagaimana adanya, dan mengetahui bagaimana hikmat itu berfungsi secara penuh dan produktif kedalam kekekalan nanti.[34]  Rasul Paulus memandang penderitaan untuk realitas masa kini, tetapi ditinjau dari sudut pandang kekekalan penderitaan adalah sarana yang digunakan Allah untuk menyiapkan umat-Nya menghadapi suatu realitas yang lebih besar dari apa yang dibayangkan umatnya di bumi ini ( 2 Korintus 4:8-9, 16-18; 4:1-5:10).
Nilai yang kedua dari penderitaan adalah, menciptakan orang percaya bergantung senantiasa kepada Tuhan. Jadi apakah penderitaan itu ? penderitaan adalah undangan Kristus kepada umat-Nya untuk mengikut Dia. Penderitaan diberkati bukan karena itu penderitaan melainkan karena itu adalah penderitaan-Nya yang melalui itu hubungan antara umatnya dipulihkan.
Berbagai macam jenis-jenis penderitaan yang diumpamakan dengan ”api siksaan” antaralain adalah yang khusus dibicarakan dalam Alkitab adalah aniaya besar terhadap orang benar.[35] Salah satu ironi yang menyedihkan dari manusia ialah bahwa orang jahat semakin kaya dan berhasil sementara orang baik menderita. Suatu tragedi atau kejadian besar bagi orang percaya baik manapun  bukanlah hanya penderitaan, melainkan juga menderita karena menjadi orang benar, hal inilah yang utama diungkap bagi orang Kristen bahwa sepanjang sejarah Kekristenan penderitaan merupakan bagian integral yang tidak pernah luput dengan kehidupan kekristenan hal semacam ini, menurut salah seorang Florida yang bernama Stephen Lang kejadian tersebut dibuktikan dengan adanya sejarah dalam Alkitab dan masih berlangsung sampai sekarang salah satu kitab yang mengupas semua kejadian itu adalah kitab Petrus sehingga kitab ini diberi tema besar ”Menderita sebagai Kristen.”[36]
Kalau dibandingkan dengan Amsal 29:10,27 berkata demikian ” Orang yang haus akan darah membenci orang saleh, tetapi orang yang jujur mencari keselamatannya. Orang bodoh adalah kekejian bagi orang benar, orang jujur jalanya adalah kekejian bagi orang fasik. Mengapa Allah menginzinkan ini terjadi bagi orang kristen ini suatu pertanyaan tidak bisa dijawab secara gamplang justru disinilah keunikan dari pada orang percaya bahwa penderitaan bukan merupakan sesuatu hal asing karena sepanjang sejarah umat Allah telah mengalaminya di bawah penguasa dunia yang belum percaya.
Penganiayaan adalah merupakan penderitaan fisik dimana di dalamnya seseorang akan mengalami berbagai tekanan jiwa secara  rohani sehingga tanpa penguatan maka hubungan spritual seseorang bisa mengalami kemunduran secara total. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia karya Budiono penganiayaan adalah berasal dari akar kata aniaya menujukkan sebagai kata sifat artinya adalah suatu perbuatan bengis, penyiksaan, penindasan, sadis secara sewenang-wenang (seperti menyiksa dan menyakiti). Jadi penganiayaan adalah suatu perbuatan atau perlakuan yang sewenang-wenang terhadap seseorang dengan berbagai cara dan sebagainya secara tidak wajar.
Menurut Peter H. Davids dalam buku ucapan yang sulit dalam Perjanjian Baru menyatakan dalam bacaaan ini Petrus melihat penganiayaan dengan tiga cara :
Pertama, penganiayaan merupakan umpan iman, dan menunjukkan apakah komitmen dan orang yang mengaku Kristen itu tulus atau tidak (1Petrus 4:12).
Kedua, penganiayaan membuat orang Kristen menjadi satu dengan penderitaan Kristus, sebab penganiayaan itu bukan saja akan menghasilkan kemuliaan di masa yang akan datang kelak. Tetapi juga juga akan membuat Roh kemuliaan turun ke atas mereka yang dianiaya pada masa kini(ayat 13-14).[37]
Ketiga, penganiayaan merupakan sebuah disiplin atau penghakiman yang menunjukkan bahwa mereka adalah keluarga Allah, dan penganiayaan itu menguduskan agar mereka lebih memiliki karakter sebagai keluarga Allah.  Meskipun demikian penghakiman itu tidak akan berakhir denagn hukuman bagi umat-Nya, karena mereka adalah keluarga-Nya dan akan diselamatkan setelah dikuduskan. Penghakiman itu akan berakhir dengan mengerikan bagi orang yang tidak percaya, seperti yang telah diuraikan dalam Matius 24-25. sehingga dari beberapa poin di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai penderitaan yang terjadi bagi kehidupan orang percaya adalah merupakan suatu anugerah Allah, dimana melaluinya kemuliaan Tuhan semakin nyata bukan mengubah penderitaan tetapi menjadikan penderitaan itu menjadi kebahagiaan pada masa yang akan datang.

Sikap Orang Percaya dalam menghadapi Penderitaan
Di bawah ini rasul Petrus menjelaskan beberapa macam cara dalam menghadapi penderitaan sesuai dengan konteks dalam Alkitab antara lain sesuai dengan konteks 1 Petrus 4: 12-19 adalah:
Pertama, bersukacita ”Christian should learn to rejoice in persecution;..Suffering meekly boene draws the Christian nearer to Christ,. Lifts him, as on across, neerer to the crucifield Lor; but this it does only when he looks to Jesus in his suffering, when the eye of faith is fixed upon the cross of Christ. Then faith unites the suffering of Christ. Then faith unites the suffering of the disciple with the suffering of his Lord(= Orang-orang Kristen harus belajar untuk bersukacita dalam penganiayaan;..penderitaan yang ditanggung dengan lembut menarik menarik orang Kristen lebih dekat kepada Kristus, mengangkatnya seperti pada salib, lebih dekat kepada Tuhan yang tersalib; tetapi ini hanya terjadi ketika ia memandang kepada Yesus dalam penderitaannya ketika mata iman diarahkan pada salin maka akan mempersatukan penderitaan para umatnya (band. Mat. 5:10-12; Ibr. 12:1-4) jadi sukacita dalam penderitaan menjadi kemuliaan dimasa yang akan datang.[38]
Berbahagialah, perkataa ini sebenarnya tidak bisa diterima secara akal mengapa? Mana ada orang yang menderita harus berbahagia ketika mengalami penganiayaan. Tetapi satu hal yang diingat kata berbahgia adalah sama dengan diberkatilah(Mat. 5:3-5) artinya menganggap keadaan atau nasib mereka sebagai keadaan yang diberkati; bukan bahwa mereka mendapatkan penikmatan pribadi dan positif tentang keadan yang dicela dan difitnah, itu adalah keadaan yang diberkati karena itu merupakan keadaan dari Juruselamat dan diikuti dengan suatu pahala surgawi.
Punya Roh kemuliaan artinya, suatu kata yang diharapkan ditengah-tengah kondisi yang terjadi sehingga dengan demikian Roh itulah yang memungkinkan bisa mengahadapi semuanya itu.
Doa, doa adalah merupakan inti terpenting dalam seluruh rangkaian yang terjadi sebab kekuatan dan kesanggupan terjadi oleh karena adanya hubungan dan persekutuan yang dalam kepada Tuhan sebagai bukti kesungguhan iman kita.


             



[1]Herlianto, Teologi Sukses ”antara Allah dan Mamon,” peny., Tri Atmo Yuwono dan Rikauli, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 6:43.

[2]Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 8:142-43.
[3] Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, Pen., William. B. Eerdams Publishing (Malang: Gandum Mas, 2000), 3: 429.

[4] Tim Lahaye, Tempramen, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,  2005), 11: 49.

[5]Merril C. Survey, 431.

[6]Adina, Pengantar, 144.

[7]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002), Jil.2, bag. 41,1 Petrus, Pen., Urbanus Selan dan Henry Lantang , 406.
[8]Wilbur M. Smith, Tafsiran Alkitab Wyclife, pen., peny., Charles F. Pfeiffer dan F. Harrison (Jakarta: BPK Gandum Mas, 2001), 1090 

[9]Warren W. Pengaharapan di dalam Kristus, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), pen., Lina maria, 166.
[10]Dave Hagelberg, tafsiran Kitab Petrus, pen., penerbit (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2004), 4-8
[11]Peter Wongso, Ekposisi Doktin Alkitab, pen., Jenny Wongka (Malang: SAAT, 1999), 106.

[12]Merril C. Tenney, Survey , 423
[13]John Stot,  Menanggapi Pesan Kitab Suci dalam Budaya yang berubah dalam “The Living Church, “ Peny., Ayub Yahya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), bag.8 Kekhasan Kekristenan, 2:137.
[14]C.T. Marshal, “Monasticisme,” pen., penerbit (Evangelical Dictionary of  Theologi 1999), Jil. 3. bagian 3 pen., Walter  A.  dan Elwe l: 278.

[15]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar , (Yogyakarta: Yayasan ANDI 2006), 2:21

[16]Sastro Soedirjo, Menggali Isi Alkitab Tafsiran 1 Petrus, pen., penerbit (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1998), 228.

[17] B.F. Drewes, kunci bahasa Yunani Perjanjian Baru, peny. Chrisostomus Sihotang (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),330

[18]G.R. Beasley, Tafsiran Alkitab Masa, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF,  2001), pen., W.B. Sijabat, 12:831.

[19]Georffrey  W.  Bromilley,  “Peras” dalam Theologikal Dictionary of New Testament (Grand Rapids: Williams B. Eerdamns Publishing Company, 2000), 283

[20]W. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia Asli, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 219.

[21]Thomas Nelson Publiser , pen., peny., Merril F.Unger, dkk (Vines Complete Expository of  Old and New testament, 1984), 608.

[22]S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Malang: Hasta, 1980), 219. 
[23]Budi Asali, Sabda , (Jakarta: Golgota Ministry, 2010), 135.
[24]Budi Asali, golgota Ministry.177

[25] Jay P. Green Sr, interlinier new testament greek-english (Grand Rapids: Baker Books, 2003), 713
[26]Adina, Pengantar, 146

[27]Drewes, kunci, 331
[28]Warren W. Wiersbe, Tafsiran I Petrus, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), pen., Lina Maria, 130. 
[29]Ladd, teologi, 416.

[30]Tumbur Tobing, Manusia Sejati dan Manusia Sukses, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2009), 46.
[31]George Ladd, Teologi,  412

[32]Budiono, Kamus lengkap bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung Group, 2005), 48.

[33]D.H. Weaton, Tafsiran Alkitab Masa Kini, peny., D. Guthrie BD, dkk ( Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010), Pen., DR. Soedarmo dkk, 17:830.

[34]David B.Biebel, Suatu kajian Praktis tentang Kebaikan Allah dalam Penderitaan, Peny., Bestiada dan Ridwan Sutedja, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2008), Pen., Soemitro Onggosandojo, 1:104.
[35]D.H. Weaton, Tafsiran. 831.

[36]J. Stephen Lang, Pedoman lengkap janji-janji Alkitab, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2001), Pen., Ridwan Sutedja, 1: 42.
[37]Peter H. Davids, Ucapan yang sulit dalam Perjanjian Baru, (Malang: Literatur SAAT, 2000), 216-20.
[38]Prime, Tanya Jawab, 47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar