Jumat, 12 Agustus 2011

Akta-4 April 2011

Buku               : Psikologi Pendidikan
Pengarang      : Drs. Mustaqim
Penerbit          : Rineka Cipta (Jakarta)
Tahun             : 2010             

Isi Buku

            Psikologi secara harafiah berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu psyche berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Psikologi berarti ilmu jiwa wiliams James menganggap sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan menatal. Sedangkan menurut Capling Psikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketiak mereaksi arus dan perubahan lingkungan.
            Pendidikan artinya “didik” yang mendapat awal ‘me’ sehingga mmenjadi “mendidik” artinya memelihara dan membari latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan dipelukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak kecerdasan pikiran. Secara luas pendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut:
            Pertama, penerapan prinsip belajar dalam kelas, Kedua pengembangan dan pembaharuan kurikulum, Ketiga ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, Keempat Sosialisasi proses-proses dan interaksi tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif, Kelima, penyelenggaraan pendidikan keguruan. Berkaitan dengan itu psikologi pendidikan adalah sebauah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu melaksanakan tugas-tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar.
Pengertian para ahli psikologi pendidikan mengenai belajar terutama berpusat pada kondisi yang dapat memberi fasilitas-fasilitas, belajar, sehingga proses belajar dapat mudah dan lancar. Belajar adalah suatu aktivitas menuju kearah tertentu. Untuk mencapai tujuan itu perlu adanya faktor-faktor yang perlu diperhatikan, misalnya saja faktor bimbingan. Dalam hal ini ada bermacam-macam pendapat tentang belajar. Diantara pendapat-pendapat yang penting adalah:


  1. Belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi
  2. Belajar adalah usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi atau situasi-situasi disekitar kita
  3. Bagi aliran psycho refleksiologi, belajar dipandang sebagai uasaha untuk membentukreflek-reflek baru
  4. Belajar adalah usaha untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru
  5. Belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini adalah bukan hanya aktivitas yang nampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktivitas-aktivitas mental
  6. Belajar adalah usaha untuk mengatasi ketegangan-ketegangan psikologis.

Selain cara belajar ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi belajar antara lain:
  1. Kemampuan pembawaan
  2. Kondisi phisik orang yang belajar
  3. Kondisi psikis anak
  4. Kemauan belajar
  5. Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka mengenai kemauan mereka sendiri
  6. Bimbingan
  7. Ulangan.
Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusia untuk dapat menyesuaikan dan akhirnya untuk mendapatkan kepuasan ini disebut dinamika manusia. Tugas guru dalam memberikan motivasi pada anak ialah mengingat adanya dinamika anak dan bimbingan dinamika anak. maksudnya ialah supaya nak yang belajar dalam membentuk dinamika manusia ini tidak melalui pengalaman-pengalaman yang kurang baik.
Ada beberapa sifat motivasi sebagai berikut:
  1. Kekuatan suatu motif
  2. Motive yang berubah-ubah
  3. Motivasi asli dan motivasi yang didapat
  4. Motif yang alamiah
  5. Motif-motif yang lebih ditimbulkan oleh faktor-faktot sosial dan fisik
  6. Motif yang negatif
  7. Cara-cara mendapatkan motif
  8. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motivasi dalam belajar.
Dalam lapangan psikologi dan pendidikan perkataan pengukuran dan penilaian sering diberi arti yang sama. kedua-duanya dipandang sebagai usaha untuk mengetahui hasil dari sesuatu. Sebenarnya dua istilah kata ini mempunyai arti yang berbeda. Evaluasi punya arti yang lebih luas dari pada mengukur termasuk sebagai alat evaluasi (penilaian). Fungsi pengukuran dan penilaian dalam pendidikan ialah guru menyadari pentingnya dan perlunya pengukuran disekolah-sekolah hal ini mengetahui prestasinya.

Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung macam-macam siswa dengan latar belakang yang berbeda. Mereka hitorogen sebab diantara mereka ada yang miskin, ada yang kaya, bodoh dan pintar, yang suka patuh dan suka menentang juga didalamnya terdapat anak-anak dari kondisi keluarga yang berbeda. inilah yang dimaksud perbedaan individual. secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu internal, hal ini bermula dan adanya kelainan fisik maupun psikis. Dan eksternal, hal ini bermula dari keluarga, pergaulan dan pengalaman hidup.
            Psikologi pendidikan juga adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat manusia. Maka psikologi pendidikan sebuah disiplin yang menyoal tentang proses dan kondisi belajar. Karena itu yang dipelajari dalam psikologi pendidikan bukan cara belajar saja. Di dalamnya juga dikupas cara interaksi guru dengan siswa, cara penyapaian tujuan pendidikan yang diberikan sesuai dengan psikologi siswa, dan cara memilih teori belajar untuk siswa.
            Mengapa guru harus mempelajari psikologi pendidikan, agar mudah mentransfer ilmu atau pelajaran kepada siswa. Artinya guru harus tau apa yang layak diajarkan kepada siswa berdasarkan kondisi psikologinya dan kondisi siswa saat ia akan mentrasfer ilmunya. Di sinilah terlihat peran guru sebagai ‘pelayan’ siswa dalam mendapatkan kenikmatan belajar akan terealisasi dan tentunya akan merealisasi tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga harus akan menemukan bagaimana proses perkembangan peserta didik dihubungkan dengan belajar dan proses belajar peserta didik itu sendiri.   






Kesimpulan
            Setelah membaca bagian terpenting dari buku “Psikologi pendidikan ini” dapat disimpulkan bahwa guru yang baik harus bisa memahami perkembangan daya pikir anak didik. Dengan mengetahuinya guru akan mudah, guru bisa dengan mudah nantinya menyusun teori belajar yang layak diterapkan bagi murid berdasarkan kemampuannya berpikir dan topik pelajaran yang akan diajarkan sebab dalam psikologi tujuan utama yang lebih dicapai adalah bagaimana sensori motorik anak. Jadi psikologi pendidikan harus mampu menjiwai anak sehingag tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapakan dan anak punya damapak dalam kehidupannya sebagai manusia yang sudah terpelajar.

Saran
            Buku ini sangat bagus dalam mengajar dan pegangan untuk guru, intelektual, para mahasiwa dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah sebab buku ini mudah untuk diterapakan yang tentunya bagi yang ingin mendalami psikologi pendidikan. Dan secara pribadi buku ini memiliki kekayaan ilmu yang dalam oleh sebab itu untuk mengerti lebih dalam diharapakan pribadi dan setiap individu harus menjadi standar utama kita dalam mempraktekan kondisi buku ini sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai dengan baik terhadap peserta didik kita


.......GBU......








Tugas sebagian persyaratan Lulus
 Akta-4 di STT Doulos Jakarta April  2011,
 Sadarwan Halawa, S.Th.

lagu SM J4c


(lagu  pertama)
I will sing for Jesus aku memuji Tuhanku
I will worship Jesus aku menyembah Tuhanku
Pujian yang sungguh dinaikkan dengan hati bersyukur
Pastilah sangat besar, sangat besar, sangat besar kuasa-Nya
Untuk-Mu Tuhan kekuatanku, untuk-Mu Tuhan pujian dan sembahku
Untuk-Mu Tuhan dan semua di hidupku, untuk-Mu Tuhan s’lama-lamanya...

 lagu 2
Yesus berjanji  Dia takkan tinggalkanku
Kemana pun ku pergi ku yakin Dia s’lalu sertaku
Yesus janjikan Dia beri kemenangan
Apa yang kukerjakan pastilah Dia buat berhasil
Sorak dan pujian bagi Rajaku
Sembah kuberi dan kuangkat tangan kecilku
Biarkan hatiku p’nuh ucapan syukur
S’bab kutau Yesus Jurus’lamat bersamaku

Tugas-tugas Akta-4

Nama Buku   : Prinsip-Prinsip Evaluasi Pengajaran
Pengarang      : M. Ngalim Purwanto
Penerbit          : PT. Remaja Rosda Karya- Bandung
Tahun             : 2001/166


Ringkasan

            Berbicara tentang evaluasi merupakan suatu hal yang amat penting dan terpenting dalam menentukan dasar sesuatu yang dicapai baik itu dalam dunia pendidikan, sospol, seni dan budaya. Terlebih sekali yang namanya dunia pendidikan merupakan suatu stadar utama yang harus diperhatikan, dan bukan hanya berhenti disitu saja, akan tetapi perlu diperhatikan juga prinsip-prinsip evaluasi tersebut sehingga bisa tercapai hasil yang diinginkan.
             Untuk itu buku ini ada menjawab segala permasalahan tersebut yang bertalian dengan pengetesan dan pengevaluasian hasil belajar peserta didik, sekaligus mengevaluasi pengajaran siswa bahkan hasil pengajaran dan evaluasi pribadi pengajar sendiri.
            Secara ringkas dibawah ini akan dipaparkan seperti apa prinsip-prinsip evaluasi tersebut  sebagai berikut:
            Pertama, Keterpaduan. Kedua, Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan instruksional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran. Ketiga, Keterlibatan peserta didik artinya prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak karena keterlibatan peserta didik dalam proses evaluasi bukan merupakan alternatif tetapi kebutuhan mutlak. Keempat, Adanya koherensi: evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. Kelima, Pedagogis: perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa. Keenam, Akuntabel: Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua siswa, sekolah dan lainnya.
            Teknik Evaluasi digolongkan menjadi dua yaitu:
  1.  Teknik tes artinya melakukan tes pada saat itu. Kedua, Teknik non tes meliputi skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan riwayat hidup.
  1. Skala bertingkat: menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka.  Angka-angka diberikan secara bertingkat dari angka terendah hingga paling angka paling tinggi. Angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
  2. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesiner langsung dan tidak langsung. Kueosiner langsung adalah kueosioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabanya. Sedangkan kueosioner tidak langsung adalah dijawanb secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui sipenjawab contoh: apabila orang yang ditanda adalah buta huruf maka dapat dibantu oleh keluarganya. Sifat dari kueosioner juga ada yang sifatnya tertutup(menggunakan tanda  silang dan cek) dan juga terbuka (dengan menggunakan jawaban terperinci sesuai yang diketahui).
  3. Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban (pilihan antara silang dan cek)
  4. Wawancara, suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan  yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali, wawancara bisa bebas sipenjawab diberi kebebasan jawaban yang diketahui. Wawancara terpimpin (dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan menggiring penjawab pada informasi-informasi yang diperlukan saja.
  5. Pengamatan/observasi: suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan terdiri dari 3 yaitu: observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang diamati. Obeservasi sistematik: pengamat tidak terlibat dalam proses yang diamati, pengamat telah membuat list faktor-faktor yang telah diprediksi sebagai yang membari pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam objek pengamatan .
  6. Riwayat hidup: evaluasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data, informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek tersebut.
Teknik Tes dalam evaluasi Pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu:
  1. Tes diagnostik,            b. Formatif,                 c. Tes sumatif.

Prosedur Melaksanakan Evaluasi:
            Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilkukan secara sistematis yang melibatkan 3 unsur yaitu: Input, Proses, dan Output. Jadi apabila prosedur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur ini maka hasil dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran.

Langkah-langkah dalam melaksanakan teknik evaluasi sebagai berikut:
  1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, tujuan, teknik apa yang dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa yang digali.
  2. Pengumpulan data (tes, observasi, kusioner, sesuai dengan tujuan)
  3. Verifikasi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas)
  4. Pengolahan data(memakanai data yang terkumpul, kualitatif, kuantitatif, apakah yang hendak dioalah dengan statistik atau non statistik, parametrik, manual, atau dengan software)
  5. Penafsiran data (teknik uji, hipotesis, interpretasi data.
Sehingga dengan memperhatikan hal-hal di atas maka dapat terwujud prosesdan evaluasi yang baik dan bisa menghasilkan nilai yang diharapkan.


Kesimpulan
            Setelah membaca buku ini dapat disimpulkan bahwa pentingnya teknik evaluasi tidak terlepas dari pemaparan diatas dengan bahwa tanpa teknik dan cara tentu setiap evaluator akan susah membaca situasi dan membarikan penilaian terhadap sesuatu yang dinilai terlebih dalam bidang pendidikan karena ini yang menjadi tolak ukur penting sebagai wujud keberhasilan nara didik.


Saran
            Buku ini cocok dibaca oleh para guru, mahasiswa, dosen dan juga para intelek lainnya sebab buku ini memberikan pemahaman yang sangat detil sekali dan mudah untuk dipahami karena melihat tingkat bahasa buku yang ini sangat bisa masuk akal dan dapat diterima dengan akal sehat dan mudah untuk dilakukan dan dipraktekkan.



Lap.bacaan Akta-4 STTD-J Sadarwan halawa,  042011.
  

Selasa, 09 Agustus 2011

Renungan all the best

                                                                                                                                                                                     Kepada Yang Terkasih
                                                                                                                                                                                     Pembaca Budiman         yang menggeluti Bidang Pelayanan Anak
Sadarwan halawa S.Th
Berkarya Bagi Tuhan 
Kenangan masa lalu
Ketika mengenang kembali awal mula saya dikenalkan dengan Sekolah Minggu (SM) saat kelas 1 SD , saya merasa sangat bersyukur. Betapa menyenangkannya masa-masa itu karena banyak hal baru yang saya tidak dapatkan di sekolah. Saat itulah pertama kalinya saya mengenal Alkitab dan Tuhan Yesus. Kalau boleh jujur, yang mendorong saya untuk setia datang ke SM waktu itu karena SM sangat menyenangkan. Saya jadi tahu lagu-lagu Kristen, ada gambar-gambar yang bisa saya bawa pulang, ada hadiah yang didapat kalau saya rajin datang ke SM. Di benak saya waktu itu, “I love you full, SM.
Kalau saya mengenang kehidupan masa kecil saya, saat-saat di SM merupakan sebuah rangkaian proses yang akhirnya mengantar saya untuk mengenal Kristus. Karena itu betapa pentingnya anak-anak dilayani sejak dini. Meski mereka tidak paham dengan tujuan dan filosofi di balik kegiatan Sekolah Minggu, namun dengan anugerah Allah melalui penyampaian Firman Tuhan yang fun di SM, akhirnya anak-anak bisa dibawa kepada Allah.

Pembinaan Anak Sebelum Sekolah Minggu ada
Dalam jaman Perjanjian Lama, pembinaan rohani anak mendapat perhatian yang sangat serius. Pada waktu itu keluarga menjadi tempat pembinaan rohani anak. Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mengenal Taurat Tuhan. Bukan hanya satu minggu sekali tapi tiap-tiap hari Taurat itu diajarkan dalam berbagai kesempatan kepada anak-anak (Ul.6:4-7).
Pada masa pembuangan di Babilonia (500 SM), ketika Tuhan menggerakkan Ezra dan para ahli kitab untuk membangkitkan kembali kecintaan bangsa Israel kepada Taurat Tuhan, maka dibukalah tempat ibadah sinagoge sehingga mereka dapat belajar Firman Tuhan kembali, termasuk di antaranya adalah anak-anak kecil. Orangtua wajib mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah 5 tahun untuk sekolah di sinagoge. Di sana mereka dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat. Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru adalah fasilitator yang selalu siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.[i] Rabi Green berkata, "Tidak ada bangsa yang lebih mementingkan pengajaran agama terhadap anakanak daripada bangsa Yahudi." Hal ini juga ditegaskan oleh Josephus, "Semua prinsip yang kami pentingkan ialah pengajaran terhadap anakanak." Dari hal ini kita tahu bahwa pengajaran orang Yahudi terhadap anakanak demikian dipentingkan, sehingga di kota Yerusalem saja ada 700 rumah sembahyang. Hal ini menyebabkan kepercayaan orang Yahudi menjadi suatu benteng yang tidak dapat dirobohkan.[ii]

Awal mula pelayanan Sekolah Minggu
Pelayanan anak oleh gereja atau yang biasa disebut dengan SEKOLAH MINGGU, tidak terlepas dari peran Robert Raikes, ia kemudian dikenal sebagai Bapak Sekolah Minggu. Robert Raikes lahir tanggal 14 September 1735 di Glovcester Inggris, sebuat kota kecil di tepi sungai Severn, kira-kira 150 Km Barat Laut kota London.[iii]
Pada masa akhir abad 18, Inggris sedang dilanda suatu krisis ekonomi yang sangat parah. Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan anak-anak dipaksa bekerja untuk bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Pada saat itu Robert Raikes yang juga seorang wartawan, mendapat tugas untuk meliput berita tentang anak-anak gelandangan di Gloucester bagi sebuah koran milik ayahnya. Apa yang dilihat Robert sangat memprihatinkan, sebab anak-anak gelandangan itu harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Apa yang dilakukan anak-anak pada hari Minggu itu? Hari Minggu adalah satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka habiskan untuk bersenang-senang. Dengan tidak adanya pendidikan membuat anak-anak itu menjadi sangat liar, minum-minuman keras, berkelahi dan melakukan berbagai macam kenakalan juga kejahatan. Mereka tidak pernah diajak orangtuanya untuk mengikuti kebaktian di gereja.        
Semua perilaku buruk anak-anak tersebut menjadi perhatian serius dari Robert Raikers. Ia mencari solusi bagaimana mengatasi hal itu. Robert Raikers melihat bahwa dalam diri anak-anak itu ada banyak potensi yang disia-siakan oleh masyarakat dan gereja. Kreativitas anak-anak itu bisa berakibat buruk bagi masa depan mereka jika mereka tidak dididik sejak muda.
Pada tahun 1780, ia melakukan tindakan nyata. Melihat keadaan itu Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia dengan beberapa teman mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana selain anak-anak mendapat makanan, mereka juga diajarkan sopan santun, membaca dan menulis. Tapi hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab.
Pada mulanya pelayanan ini sangat tidak mudah. Banyak anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Ia juga menerapkan metode pendidikan yang disiplin, yang terkadang dengan pukulan rotan, tapi semuanya itu dilakukan dengan penuh cinta kasih, akhirnya anak-anak itu belajar untuk mau dididik dengan baik, sehingga semakin lama semakin banyak anak datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga yang guru disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis tapi juga Firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit tapi melegakan. Dan dalam waktu 4 tahun sekolah minggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris, dan jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari minggu terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh Inggris.
Mula-mula gereja tidak mengakui kehadiran gerakan Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Tetapi karena kegigihannya menulis ke berbagai media dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, juga atas bantuan John Wesley (pendiri gereja Methodis), akhirnya kehadiran Sekolah Minggu diterima oleh gereja. Mula-mula oleh gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja protestan lain. Ketika Robert Raikes meninggal dunia tahun 1811, jumlah anak yang hadir di Sekolah Minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan. Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropa lainnya dan ke Amerika.

Anak-anak spesial di mata Yesus
             Yesus menganggap anak-anak juga penting. Ia memperlakukan anak-anak sebagai seorang pribadi yang berharga. Yesus meletakkan pelayanan anak-anak dalam prioritas pelayanan-Nya (Mrk.9:36-37). Ketika para murid Yesus bertengkar siapa yang terbesar, Yesus justru mengambil kesempatan untuk memperkenalkan pandangan tentang rendah hati & pelayanan kepada mereka (Mrk. 9:35). Yesus berdiskusi tentang pentingnya menjalin relasi dengan anak-anak.
Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka, "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Mrk. 9:36-37).

Yesus begitu memihak anak-anak sehingga Ia berkata bahwa orang yang memperhatikan anak-anak sebenarnya mengindahkan-Nya.
Dalam bagian teks yang lain, Yesus menanggapi usaha para murid-Nya untuk menyingkirkan anak-anak dari-Nya.
Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. (Mrk 10:13-14)

Orang Yahudi punya kebiasaan membawa anak-anak mereka kepada imam atau guru agama supaya bisa diberkati. Kemungkinan saat itu, beberapa orang tua memohon Yesus memberkati, menumpangkan tangan dan mendoakan anak-anak (Mat. 19:13).[iv]
             Anehnya, justru para murid tidak senang Gurunya diganggu oleh anak-anak. Mungkin mereka ingin melindungi Gurunya supaya waktunya tidak terganggu atau kuatir jika Yesus terganggu istirahatnya ataupun tidak konsentrasi dengan pelayanan-Nya. Para murid mungkin menganggap pelayanan penyembuhan dan pengajaran lebih penting daripada memberkati anak-anak. Dari kejadian ini, sangat mungkin para murid menganggap anak-anak bukan sesuatu yang penting untuk diperhatikan.
             Akibatnya Yesus sangat marah dengan sikap para murid. Kata Yunaninya adalah kata yang sangat kuat. Kata ini menunjukkan emosi Yesus begitu rupa terhadap para murid. Ia marah karena para murid-Nya salah paham tentang siapa Dia dan tindakan-Nya.
             Jika Yesus menganggap anak-anak begitu spesial dan menganggap pelayanan terhadap anak-anak juga sama pentingnya dengan pelayanan-pelayanan yang lain, apakah gereja juga sudah menganggap pelayanan anak ini juga penting? Atau gereja sama dengan sikap para murid yang cenderung mengabaikan anak-anak karena menganggap ada pelayanan yang lebih penting dan butuh diperhatikan ketimbang mengurus anak-anak yang dampaknya belum bisa dilihat secara langsung?

Gereja dan pelayanan anak
Saat ini terdapat fenomena yang menyedihkan sekali, bahwa pembinaan rohani anak-anak cenderung bukan ditangani oleh keluarga-keluarga Kristen. Kesibukan orang tua dan kurangnya pemahaman mereka akan Firman Tuhan sering menjadi alasan. Akibatnya pembinaan rohani anak seringkali dibebankan kepada gereja. Namun apakah gereja juga menganggap pelayanan anak adalah sebuah pelayanan yang penting? Apakah pembinaan sekolah minggu juga menjadi concern dari hamba-hamba Tuhan?
Saya sering mendengar kesaksian bahwa melalui pelayanan sekolah minggu pemberitaan Injil itu disebarluaskan. Banyak anak dari keluarga yang belum percaya justru menjadi alat untuk membawa keluarganya mengenal Kristus. Betapa pentingnya pelayanan ini menjangkau anak-anak sejak dini. Jika kita menganggap penting anak-anak maka pengelolaan Sekolah Minggu akan menjadi perhatian utama juga dalam pelayanan gereja.

a. Siapa yang melayani anak-anak di gereja? 
Pelayanan di gereja merupakan pelayanan yang sangat kompleks. Jemaat terdiri dari berbagai variasi umur yang kesemuanya membutuhkan perhatian dan konsentrasi para hamba Tuhannya. Karena itu, idealnya ada seorang hamba Tuhan yang khusus menangani setiap jenjang usia jemaat. Bagi gereja-gereja besar, hal ini sudah dilakukan dan tidak menjadi persoalan. Namun bagaimana dengan gereja-gereja yang hamba Tuhannya hanya terdiri dari 1-2 orang saja, dan harus membagi perhatian kepada banyak jemaat termasuk anak-anak?
Karena itu, kaum awam sangat perlu terlibat dalam pelayanan sekolah Minggu. Keberadaan kaum awam yang mungkin terdiri dari remaja, pemuda atau orang tua anak akan sangat meringankan beban hamba Tuhan. Namun kehadiran mereka tidak bisa asal comot, alih-alih untuk membantu tugas pendeta. Orang-orang yang diberi kesempatan perlu diseleksi, diwawancarai, dilatih dan dimagangkan di kelas-kelas sekolah Minggu terlebih dahulu. Minimal mereka yang menjadi guru sekolah Minggu adalah jemaat yang sudah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sudah melewati kelas katekisasi dan tentunya memiliki hati untuk melayani anak-anak.
Berapa banyak guru-guru sekolah Minggu yang mengajar di gereja justru tidak memiliki relasi dengan Tuhan Yesus? Akibatnya, tidak ada kuasa dalam pengajaran yang diajarkan kepada anak-anak. Tidak ada kesaksian hidup yang dapat dilihat oleh anak-anak. Bagaimana anak-anak bisa diajak mengenal Tuhan dan Juruselamat-Nya, jika gurunya sendiri tidak mengalami karya keselamatan di dalam Kristus. Anak-anak yang dipercayakan orang tua kepada gereja, justru berada di tangan yang salah jika guru-guru Sekolah Minggu-nya seperti ini modelnya.

b. Bagaimana melengkapi guru-guru Sekolah Minggu?
Mengajar anak-anak bukanlah pekerjaan mudah. Tujuan sekolah Minggu bukan hanya mengajak anak-anak bernyanyi kemudian mendengar cerita lalu selesai. Tapi bagaimana anak-anak ini akhirnya mengenal Tuhan dan Juruselamat-Nya serta hidupnya diubahkan oleh Firman. Sementara anak-anak juga punya beban masing-masing dari rumah seperti, beban keluarga yang tidak harmonis, tuntutan orang tua atas studinya, tuntutan teman-temannya, dan sebagainya. Sehingga guru-guru Sekolah Minggu perlu diperlengkapi untuk melayani anak-anak baik secara pastoral maupun dalam skill mengajar.
Hamba Tuhan atau Majelis perlu melakukan pengontrolan, pemotivasian dan pembinaan para pelayan anak melalui kelas-kelas persiapan rutin tiap minggu. Juga memperlengkapi mereka dengan buku-buku yang berkaitan dengan pelayanan anak juga sangat membantu. Sesekali perlu guru-guru ini diupgrade dengan cara mengikuti pelatihan Sekolah Minggu atau Kamp Guru Sekolah Minggu yang sering diadakan oleh Sekolah-sekolah Teologia.
Namun ada yang lebih penting selain memperlengkapi guru dengan kelas persiapan yaitu mereka perlu bertumbuh melalui kelompok-kelompok PA guru sekolah minggu. Guru sekolah Minggu perlu dibawa kepada kecintaan akan Firman, yang akan mengubah pemahaman mereka yang kurang tepat, yang terus menerus akan mengoreksi motivasi pelayanan mereka, dan mendorong mereka untuk berkorban bagi anak-anak yang mereka layani. Intinya, para pelayan anak perlu berinteraksi dengan Firman dan mengaplikasikan Firman. Di sinilah peran hamba Tuhan sangat diperlukan. Meski tidak ikut terjun ke anak-anak secara langsung (bagi gereja yang tidak memiliki hamba Tuhan khusus untuk Membina Sekolah Minggu), namun hamba Tuhan tetap bisa mengontrol dan membina kerohanian para guru Sekolah Minggu. Jika tidak, guru-guru sekolah minggu ini hanya dituntut melayani tapi tidak ditolong dalam pertumbuhan rohaninya. Maka jangan heran, guru-guru sekolah Minggu yang tidak terbina justru bisa menjadi penghalang anak-anak datang kepada Allah. Anak-anak yang polos dan lugu tersebut menjadi sulit meneladani Kristus karena tidak melihat teladan dalam hidup guru-guru sekolah Minggu mereka sendiri.

Potensial tapi sering terabaikan
 Mengapa pelayanan anak sering terabaikan? Jangan-jangan karena guru-guru SM berpikir, “Anak-anak masih kecil, bisa dibohongin. Atau mereka nggak tahu apa-apa kalau Guru SM tidak persiapan.” Anak-anak meskipun kecil, tapi mereka merasakan bagaimana guru yang sungguh-sungguh mempersiapkan diri baik dalam doa maupun dalam persiapan mengajar. Mereka bisa peka, mana guru yang sungguh-sungguh mengasihi mereka atau guru yang sekedar mengerjakan tanggung jawab.
Dalam kitab Amsal 22:6 dikatakan, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Masa anak-anak adalah masa potensial. Mendidik anak sejak dini untuk diperkenalkan pada kebenaran akan memberi dampak buat hidup mereka di masa yang akan datang.  Meski mendidik anak-anak termasuk di Sekolah Minggu adalah pekerjaan yang tidak mudah. Perlu persiapan ekstra, selain persiapan Firman, penyederhanaan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak, mempersiapkan lagu-lagu yang sesuai dengan usia mereka, dan menyiapkan kreatifitas yang bisa mengingatkan Firman yang disampaikan. Penggunaan waktu pun perlu berhikmat, mengingat daya konsentrasi anak terbatas. Namun karena mereka potensial, maka tanggung jawab pelayanan anak ini harus dikerjakan dengan kesungguhan.
Mungkin hasil pelayanan yang dikerjakan tidak bisa langsung dilihat oleh guru-guru Sekolah Minggu. Terkadang hal ini membuat guru merasa lelah dan bosan. Namun Amsal 22:6 seharusnya menjadi penyemangat bagi guru-guru sekolah Minggu, bahwa yang dituai adalah hidup yang diubahkan dan hidup yang mentaati Firman. Firman yang pernah ditaburkan di masa kanak-kanak pun tidak akan pernah kembali dengan sia-sia. Siapa tahu anak-anak yang sedang dilayani adalah tokoh-tokoh penting di kemudian hari. Jadi ingat ketika Anda sebagai pelayan anak mulai lelah, dalam sejarah gereja banyak tokoh-tokoh besar bertobat pada masa kanak-kanak, misalnya:
1. Merry Slessor (7 tahun)  : Pengajar Injil di Afrika.
2. Issac Watts (9 tahun)      : Penulis lagulagu.
3. Polycarpus (9 tahun)       : Tokoh Gereja yang mati syahid
4. Jonathan Edwards (7 tahun): seorang cendikiawan, pengkotbah besar, ahli teologia, filsafat dan Gembala gereja.
5. Mathew Henry (10 tahun): Penulis Tafsir Alkitab

Orang tua juga perlu kembali kepada pengajaran Alkitab, bahwa pembinaan rohani anak-anak juga merupakan tanggung jawab orang tua. Meski di sekolah Minggu anak-anak diajarkan kebenaran, tapi jika mereka kembali ke rumah tidak ada follow up seperti teladan hidup dari orang tua dan penguatan dari orang tua, maka apa yang diajarkan di Sekolah Minggu bisa mudah menguap begitu saja. Ulangan 6:6-7 mengatakan:
“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”

Jelas sekali, perintah Tuhan ini diberikan kepada orang tua untuk menyampaikan kebenaran Firman dalam setiap saat, setiap momen kepada anak-anak mereka. Orang tua perlu aktif mengajarkan berulang-ulang, tidak boleh bosan, tidak mengenal lelah. Nampak ada kebersamaan antara orang tua dengan anak, dan saat-saat itulah saat yang tepat untuk Firman disampaikan.
                Dengan demikian tanggung jawab pelayanan anak juga ada di tangan para orang tua. Sesibuk apa pun orang tua, tanggung jawab ini tidak bisa hanya diserahkan kepada gereja begitu saja. Jika kita berpikir bahwa hidup anak-anak kita adalah penting maka kita tidak bisa mengabaikan pembinaan rohani mereka dalam keluarga.